Nuzul
Al-Qur’an
Makna nuzûl
al-Qur’an dan hikmah mengapa al-Qur’an diwahyukan secara berangsur-angsur? Apa
makna nuzul al-Qur’an? Bagaimana tingkatan nuzul al-Qur’an itu? Apa yang menjadi
hikmah mengapa al-Qur’an diwahyukan secara berangsur?
1.
Derivasi kata nuzûl bermakna turun, sebagaimana hal ini disebutkan dalam
Mufradat, Misbah dan Aqrab. Raghib Isfahani menyebutkan demikian, “al- nuzûl
fil ashl: huwa intihatu min ‘ulu.” Tentang hujan disebutkan “Kamukah yang
menurunkannya dari awan ataukah Kami yang menurunkan?"(Qs. Al-Waqi’ah
[56]:69)
2.
Tingkatan dan derajat pewahyuan dan nuzul al-Qur’an: Sebagaimana segala sesuatu
memiliki empat hal dan jenis wujud. Wujud lisan (lafzi), wujud tulisan
(kitabi), wujud mental (dzihn) dan wujud luaran (ain), wahyu juga demikian
adanya memiliki empat jenis wujud.
a.
Wujud tulisan (kitabi) al-Qur’an adalah yang lahir dan tampak.
b.
Wujud lisan (lafzi) adalah bacaan para pembaca yang dipelajari dari para maksum
dan malaikat kepada masyarakat umum.
c.
Wujud mental (dzihn) dan ilmiah al-Qur’an terbagi dua: Sebuah wujud pada lauh
nafs, sebuah wujud yang turun dari alam amr (perintah) kepada Rasulullah Saw
sesuai dengan perintah Allah Swt. Atau makna-makna ghaib tatkala dibaca yang
disampaikan ke hati pembaca;
d.
Wujud luaran ('ain) al-Qur’an secara global (ijmal) dimana keaslian al-Qur’an
dan hakikatnya bersumber dari Allah Swt.
3.
Hikmah mengapa al-Qur’an diturunkan secara berangsur-angsur: Hikmah
diturunkannya al-Qur’an secara berangsur-angsur dan periodikal serta
pemisah-misahan al-Qur’an, supaya antara ilmu dan amal terhadap al-Qur'an
bergerak seriiring-sejalan dengan sempurnannya potensi manusia dalam
menerimanya. Dengan kata lain, turunnya ayat-ayat al-Qur’an secara
berangsur-angsur dan surah demi surah, ayat demi ayat, adalah dimaksudkan
supaya potensi manusia matang dan sempurna dalam menerima maarif asli,
keyakinan, hukum-hukum partikulir, dan pengamalan terhadapnya. Hal ini
disesuaikan dengan tuntutan kemaslahatan manusia dimana hal itu adalah ilmu
Qur’an dan pengamalan terhadapnya dapat berjalan seiring-sejalan. Dan juga
supaya tabiat manusia tidak terusik dalam mengambil maarif dan ahkamnya.
Demikian juga, supaya maarifnya dapat dipahami dan dicerap sehingga tidak
terjerumus sebagaimana nasib Taurat karena diturunkan sekali sehingga kaum
Yahudi menolak menerimanya. Sedemikian sehingga sekiranya Tuhan tidak
menggantungkan gunung pada leher mereka, mereka tidak akan menerimanya
No comments:
Post a Comment